Ekonom Kritik Realisasi Bantuan Corona Masih Minim 

Ekonom Kritik Realisasi Bantuan Corona Masih Minim 

CELOTEH RIAU--Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik Junaidi Rachbini mengkritik serapan anggaran program penanganan dampak pandemi virus corona (covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang masih minim. Bahkan, realisasi dianggap hanya terbantu oleh belanja rutin pemerintah.

Data Kementerian Keuangan mencatat realisasi penggunaan anggaran sebesar Rp151,25 triliun per 6 Agustus 2020. Jumlah itu baru mencapai 21,75 persen dari pagu Rp695,2 triliun pada tahun ini.

Menurut Didik, realisasinya masih minim padahal program sudah dijalankan sejak Maret-April lalu. Bahkan, anggaran program bantuan sosial (bansos) rutin seperti Program Keluarga Harapan (PKH) sudah dicairkan sejak awal tahun.

 

"Padahal anggaran itu sudah termasuk anggaran yang dari tahun-tahun sebelumnya dipersiapkan. Jadi bukan hal yang spesial. Itu kan untuk belanja rutin (di luar corona)," ungkap Didik di forum diskusi PPI Dunia, Selasa (18/8) malam.

Masalahnya, kata Didik, ketika realisasi anggaran masih minim, dampak ke perekonomian pun tetap rendah. Apalagi, stimulus yang diberikan masih lebih banyak dari sisi permintaan (demand).

Selain itu, Didik juga mengkritik kebijakan pemerintah yang terlihat lebih mengutamakan penanganan dampak ekonomi ketimbang kesehatan. Padahal, pemerintah mengklaim kesehatan yang selalu jadi prioritas, namun hal ini tak juga terlihat hasilnya.

Terbukti, jumlah kasus virus corona baru di Indonesia masih terus bertambah dari waktu ke waktu. Per hari ini, jumlah kasus positif ada 141 ribu di Indonesia, dengan jumlah kematian mencapai 6.207 orang.

 

"Jadi ini selain pemerintah tidak sadari ini gagal, tidak diubah juga kebijakannya. Katanya prioritas di kesehatan, tapi hanya ngomongnya saja, tapi tidak tercermin di pengendalian kebijakan," tuturnya.

Terkait hal ini, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijkan Fiskal dan Makro Ekonomi Masyita Crystallin menjawab bahwa stimulus ekonomi masih cenderung fokus ke sisi demand karena dinilai pemerintah menjadi hal yang penting untuk didongkrak lebih dulu.

Sebab, sisi penawaran (supply) belum bisa sepenuhnya dimaksimalkan di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi.

"Memang kita belum terlalu bisa dari sisi supply, meski tetap perlu dijaga agar dunia usaha tidak melakukan banyak lay off. Maka kami dari sisi demand dulu, yang paling besar dengan bansos dan pendanaan untuk 40 persen masyarakat terbawah," ujar Masyita.

 

Sayangnya, realisasi memang masih cukup minim karena pemerintah mendapat kendala dari sisi data. Hal ini juga tak lepas dari dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga pemerintah tidak bisa melakukan survei langsung ke lapangan.

"Karena datanya yang kami punya hanya 40 persen saja, maka harus mendata baru, tapi kondisi sedang PSBB sehingga memang tidak seperti yang kita harapkan. Kami belajar data itu urgent untuk segera diselesaikan karena semua policy akan lebih mudah kalau ada data," tuturnya.

Pada program PEN, pemerintah mengalokasikan dana untuk kesehatan sebesar Rp87,55 triliun dan perlindungan sosial Rp203,9 triliun. Lalu, untuk insentif usaha Rp120,16 triliun dan UMKM Rp123,46 triliun.

Kemudian, untuk pembiayaan korporasi Rp53,37 triliun dan sektoral K/L serta pemda Rp106,11 triliun. Per 6 Agustus 2020, realisasi penggunaan anggaran baru mencapai Rp151,25 triliun atau setara 21,75 persen dari pagu Rp695,2 triliun. 

 

Berita Lainnya

Index